"Melayani Sepenuh Hati Menggapai Ridho Illahi"

Selasa, 29 Maret 2011

Urgensi Pendidikan Ekonomi Syari'ah


Urgensi Pendidikan Ekonomi Syari'ah

Krisis global di bidang moneter (keuangan) yang sedang melanda dunia, menggoyahkan pelaku ekonomi dan bisnis, tak terkecuali di Indonesia. Negara-negara barat dan AS, yang notabene menganut sistem ekonomi liberal kapitalis berada pada keterpurukan yang drastis sejak peristiwa WTC (World Trade Centre) dibom 11 September 2001

Krisis moneter global tersebut secara pelan dan pasti masuk ke wilayah Indonesia, yang secara ekonomi sangat bergantung pada negara-negara barat dan AS. Walaupun, krisis monter saat ini berbeda dengan tahun 1997/1998 karena tidak dibarengi krisis sosial-politik, namun krisis tersebut telah mengkhawatirkan ekonomi Indonesia secara makro dan mikro. 

Mengapa Indonesia sangat rentan terhadap segala bentuk isu global, termasuk krisis moneter global? Jika disimak lebih mendalam hal itu disebabkan  karena Indonesia tidak memiliki fondasi yang kuat di bidang ekonomi. Ekonomi Indonesia lebih didominasi oleh pihak asing, baik pada lapangan investasi maupun dalam lapangan distribusi barang dan jasa. Sistem ekonomi yang dianut Indonesia pun tidak jauh berbeda dengan sistem ekonomi yang dianut negara-negara barat dan AS, sehingga ekses dari krisis global dirasakan betul. Indikasinya dapat dilihat dari pergerakan nilai rupiah yang semakin terpuruk.

Berbeda dengan negara-negara Timur Tengah, misalnya Arab Saudi dan Iran, secara nyata tidak merasakan dampak yang berarti dari adanya krisis moneter global. Mengapa? Selain karena nilai mata uang dinar (emas) dan dirham (perak) yang cenderung stabil dan tahan krisis, juga karena negara-negara Islam tersebut menganut sistem ekonomi berbasis syari’ah yang mampu menjadi fondasi yang kuat bagi negara dan kesejahteraan rakyat.

Ironis memang, Indonesia yang berpenduduk terbanyak ke-4 didunia sebanyak 220 juta jiwa lebih, dengan mayoritas penduduk beragama Islam (sekitar 90 %), tidak mengembangkan prinsip syari’ah sebagai landasan sistem ekonominya. Ekonomi syari’ah di Indonesia Indonesia baru dikenal sekitar 1988 menyusul dikeluarkannya Pakto 1988 oleh pemerintah tentang pembentukan lembaga perbankan baru. Ekonomi syari’ah semakin mendapat tempat dan perhatian masyarakat Indonesia setelah berdiri bank syari’ah pertama bernama Bank Muammalat Indonesia (BMI) tanggal 1 Nopember 1991. Apalagi, BMI termasuk bank yang tetap eksis dan sehat sekalipun Indonesia mengalami kegoncangan akibat krisis moneter pada tahun 1997. Sejak itu, lembaga-lembaga syari’ah seperti asuransi syari’ah, pegadaian syari’ah koperasi syari’ah bermunculan. Bahkan, bank-bank konvensional telah membuka cabang-cabang berprinsip syari’ah.

Perkembangan lembaga bank dan non bank syari’ah tersebut, di satu pihak telah memunculkan satu alternatif sistem ekonomi baru di negeri ini. Namun, di pihak lain, perkembangan ekonomi syari’ah itu belum dibarengi oleh kesadaran dan pemahaman yang benar dan utuh dari masyarakat. Buktinya, masih banyak masyarakat yang belum paham tentang ekonomi syari’ah, bahkan tidak sedikit yang menganggapnya secara apriori, politis, dan bernuansa SARA. Karena itu, perlu dibangun suatu sistem pendidikan ekonomi syari’ah secara sistematis dan terpadu.

Pendidikan Ekonomi Syari’ah di Indonesia yang secara formal diajarkan di sekolah, baru pertama kali muncul  di Kota Tasikmalaya tahun 2002. Materi ekonomi syariah disampaikan dalam satu mata pelajaran muatan lokal di tingkat SMP/Mts dengan durasi 2 jam pelajaran. Guru yang menyampaikan materi ekonomi syari’ah dapat berasal dari latar belakang pendidikan IPS (Ekonomi, Sejarah, Geografi, Sosiologi), Pendidikan Agama Islam atau guru lain yang memiliki kemampuan dan kepedulian terhadap pengembangan ekonomi syari’ah.

Adapun isi (content) dari silabus pembelajaran materi ekonomi syari’ah meliputi : Kelas VII : Hakikat  Hidup  Manusia, Kebutuhan Manusia Perspektif Syari’ah, Tindakan Ekonomi (Motif, Prinsip) Syari’ah, Kegiatan Ekonomi Syari’ah (produksi, distribusi, konsumsi), Etika Ekonomi Islam. Kelas VIII : Ekonomi Islam Maha Pemerintahan Nabi Muhammad SAW, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Konsep Pasar Dalam Islam, Zakat, Riba. Dan di Kelas IX : Uang dan Kebijakan Moneter Model Islam, Perbankan Syari’ah, Lembaga Keuangan Bukan Bank Syari’ah, Produk Lembaga Keuangan Syari’ah, Observasi Lembaga Keuangan Syari’ah.

Dari cakupan materi tersebut, di dalamnya terdapat kaidah-kaidah yang memiliki nilai penting (urgensi) suatu pendidikan ekonomi syari’ah, yakni adanya nilai-nilai moralitas dalam kehidupan ekonomi di masyarakat. Diantaranya, pertama pengajaran ekonomi syari’ah menempatkan siswa tidak hanya sebagai pembelajar teoritis secara keilmuan tetapi sebagai manusia yang sadar akan posisinya sebagai makhluk sosial dan makhluk Alloh SWT, yang selalu mencari keridhoan-Nya. Siswa ditanamkan bahwa dalam kewirausahaan atau kegiatan ekonomi, nilai-nilai syari’ah yang berdasarkan Al-Qur’an, Hadist dan Qiyas harus selalu menjadi pijakan. Siswa diberdayakan untuk menyadari bahaw  tujuan hidup itu adalah ibadah kepada Tuhan demi kebahagiaan dunia dan akhirat. Selama ini, materi ekonomi konvensional lebih menempatkan siswa untuk menjadi manusia yang mengejar keduniawiaan yang materialistis dan pragmatis.

Kedua, pembelajaran ekonomi syari’ah menanamkan nilai-nilai moralitas dalam melakukan kegiatan ekonomi atau bisnis lainnya. Misalnya, materi zakat, infaq, dan sodaqoh (ZIS), selain  diajarkan arti, makna dan fungsi ZIS juga diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, dengan cara siswa belajar menyisihkan sisa uang jajan untuk beramal. Kegiatan gerakan ZIS tersebut, tidak hanya merupakan implementasi teori pembelajaran ekonomi syari’ah, melainkan juga pemberdayaan dan pembiasaan siswa untuk belajar beramal sejak dini.

Ketiga, pembelajaran ekonomi syari’ah dapat membuka cakrawala atau wawasan siswa untuk mengetahui mana yang haq (benar) dan mana yang bathil (salah) dalam kegiatan ekonomi. Riba, misalnya, siswa diberikan secara mendalam tentang arti riba, bahaya riba serta alasan mengapa riba dilarang, terutama dalam kegiatan simpan pinjam dan perbankan. Kemudian masalah moneter, konsep syari’ah menggunakan dinar (emas) atau dirham (perak) sebagai alat tukar dan alat satuan hitung. Dinar sebagai mata uang memiliki keunggulan dari jenis mata uang lainnya, diantaranya karena emas memiliki kestabilan nilai, emas adalah logam yang berharga nilainya tidak bergantung pada sistem ekonomi manapun.

Keempat, menurut Mahmud Abu Saud, ekonomi syari’ah memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) tidak adaknya transaksi yang berbasis bunga (riba), (2) berfungsinya institusi zakat, (3) mengakui mekanisme pasar, (4) mengakui motif mencari keuntungan, (5) mengakui kebebasan berusaha, dan (6) kerjasama ekonomi. Sistem yang dibangun dalam ekonomi syari’ah berdasarkan pada prinsip-prinsip yang mengarah pada kesejahteraan dan kemakmuran umat manusia, seperti prinsip keadilan, kemitraan, keterbukaan, dan universalisme.

Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah memperhatikan konsep ekonomi syari’ah sebagai alternatif sistem ekonomi guna membangun masa depan bangsa yang lebih baik. Salah satu langkah yang dapat dilakukan pemerintah ialah mengakomodir pembelajaran ekonomi syari’ah yang telah dirintis Pemerintah Kota Tasikmalaya, dari skala lokal menjadi skala nasional. Caranya pemerintah dapat memasukkan materi ekonomi syari’ah dalam kurikulum mata pelajaran ekonomi secara nasional, atau kurikulum pelajaran ekonomi sekarang diubah dengan konsep dan pemikiran berbasis syari’ah. Sehingga, sejak dini masyarakat Indonesia memiliki kesadaran dan pemahaman yang benar dan utuh tentang ekonomi syari’ah.  Kita berharap pemerintah memiliki political will (kemauan baik) untuk memujudkan hal itu, demi masa depan bangsa yang lebih sejahtera dan beradab.

Kamis, 17 Maret 2011

PROFIL
Perkembangan lembaga jasa keuangan syariah yang berbasiskan pada konsepsi agama islam yang berdasarkan ketentuan Syariah yang mampu memenuhi dan melayani kebutuhan masyarakat secara cepat, terukur dan kompetitif pada saat ini adalah suatu keharusan yang tidak ada bisa di tawar keberadaanya.
Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan islam yang kini hampir memasuki usia 100 tahun memiliki kontribusi dan perhatian yang cukup besar dalam dinamika kehidupan masyarakat. Dalam rangka mencapai tujuan muhammadiyah “Menegakan Dan Menjunjung Tinggi Agama Islam Sehingga Terwujudnya Masyarakat Islam Yang Sebenar-Benarnya. Persyarikan telah menempuh berbagai usaha termasuk dalamnya gerakan di bidang Ekonomi khususnya ekonomi kerakyatan.
BTM Bandar Lampung sebagai sebuah lembaga keuangan yang berbasis syariah dan sebagai suatu unit usaha yang bersifat  bisnis dari persyarikatan muhammadiyah. Di bawah majelis ekonomi dan kewirausahaan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Propinsi lampung. Berusaha menjadi  media gerakan muhammadiyah. Untuk berkonsentrasi dan bergerak secara professional .
Diawali dengan gerakan informal pada tahun 2004 dengan bentuk Lembaga keuangan Syariah di pasar Way Halim. Lalu dibentuklah menjadi Baitut Tamwil Muhammadiyah Bandar Lampung pada tanggal 9 Agustus 2005 dengan no badan hukum 024/BH/DKPKPM/X/2005 dengan tujuan dapat bergerak secara luas.

VISI DAN MISI
Visi          : Menjadi BTM Terbesar di Lampung
Misi
1.      Menciptakan peluang usaha
2.      Menciptakan Sumber Daya yang Visioner,                 Prospektif dan produktif
3.      Memberikan solusi kepada anggota koperasi dan masyarakat umum agar terhindar dari riba.

PRODUK
PRODUK SIMPANAN
TABUNGAN MUDHAROBAH
Merupakan simpanan berdasarkan prinsip mud harobah al mutlaqoh.  Anda dapat melakukan penyetoran dan penarikan sesuai dengan kebutuhan. Juga akan memperoleh pembagian keuntungan yang menarik dan kompetitif.
Keunggulan dan fasilitas
Ø      Setoran pembukaan rekening relative ringan
Ø      Bebas biaya administrasi setiap bulanya
Ø      Fasilitas pembayaran zakat otomatis